Resume Jurnal
EKSPRESI SENI WARGA KAMPUNG JOYOHARJAN
Tulisan ini merupakan studi terhadap ekspresi seni warga kampung Joyoraharjan, Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui motivasi warga kampung Joyoraharjan dalam membangun kampungnya melalui kegiatan kesenian dan sejauh mana warga kampung mengelola lingkungan kampung dan mengekspresikan kreativitas seninya dalam kehidupan sehari-hari. Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa motivasi warga kampung dalam membangun kampungnya adalah memperkuat kolektivitas dalam rangka membangun identitas kampung. Ekspresi seni warga Kampung Joyoraharjan meliputi beberapa bentuk atau medium antara lain seni rupa yang terwujud dalam mural, lukisan dan musik yang berupa permainan Gejluk Lesung. Dari penelitian ini dapat dilihat bahwa kampung sebagai penyangga kota memiliki keterikatan dengan tradisi yang terus-menerus berusaha diartikulasikan kembali oleh warganya.
Tulisan ini berusaha mengungkap motivasi warga kampung Joyoraharjan dalam upaya membangun eksistensinya melalui kegiatan kesenian. Persoalan yang hampir serupa pernah diangkat oleh para seniman di Yogyakarta melalui proyek mural. Ketika masyarakat di kampung-kampung Jogja juga diikutkan dalam proyek mural dengan cara melukis Tembok tembok kampong mereka sendiri yang tidak terpakai, bahkan menjadi santapan liar graffiti yang tidak memedulikan keindahan, maka sebenarnya ada usaha berkomunikasi antara seniman dengan masyarakat. Pada akhirnya, mural justru menjadi seni publik yang tidak hanya dimiliki oleh seniman mural saja, namun masyarakat yang tidak paham menggambar dengan “indah” pun dapat diikutkan dalam rangka keindahan kota (Wicandra, 2005: 126) , Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Dengan jenis penelitian ini dapat ditangkap berbagai informasi kualitatif dengan deskripsi yang penuh nuansa (Sutopo, 2002: 35). Dalam penelitian ini digunakan pendekatan etnografi, menjelaskan bahwa inti dari etnografi adalah upaya untuk memperhatikan makna-makna dan tindakan dari kejadian yang menimpa.
Joyoraharjan adalah kampung yang mencakup RT 01, 02, 03, 04 RW 10 kelurahan Purwodiningratan, Kecamatan Jebres, Surakarta. Kampung Joyoraharjan terletak di antara pasar Ledoksari dan Stasiun Jebres. Joyoraharjan merupakan salah satu kampung padat penduduk dengan 350 Kepala Keluarga (KK) dengan mayoritas masyarakatnya berprofesi sebagai pedagang di pasar. Lokasi kampung tersebut sangat strategis karena letaknya tidak jauh dari pusat kota. Banyaknya pendatang dari dari waktu ke waktu membuat wajah baru di daerah tersebut. Lokasi pemukiman di Joyoraharjan yang padat dengan gang-gang sebagai alur lalu-lintas penghuninya membuat beberapa generasi muda berpikir untuk menghias area pemukiman mereka. Pilihannya jatuh pada dinding-dinding di sepanjang gang, baik dari sisi barat yang dekat dengan pasar Ledoksari, maupun dari sisi selatan. Setelah mereka memiliki gagasan tersebut maka dilakukanlah semacam penelusuran sejarah kampung dengan melakukan wawancara-wawancara kepada para tetua kampung. Proses tersebut didampingi oleh beberapa remaja yang banyak menghasilkan seni mural di kota Solo. Proses tersebut akhirnya menghasilkan suatu kesepakatan bahwa di satu titik dinding, yaitu di jalan masuk sebelah selatan akan dibuat mural yang menggambarkan K.R.H. (Kanjeng Raden Haryo) Kusuma Tanoyo yang merupakan sesepuh kampong. Kegiatan mural bersama tersebut secara drastis mengubah wajah kampung Joyoraharjan. Tembok-tembok rumah warga yang dulu terlihat kusam berubah menjadi penuh aneka gambar. Mural tersebut secara simbolis memulai sebuah garis baru dalam komunikasi antar warga. Ruang dialog baru terbuka oleh partisipasi warga dalam kegiatan. Tak hanya ruang komunikasi saja yang terbuka namun juga ruang fisik Kampung
Joyoraharjan memiliki banyak potensi di dalamnya. Di antaranya terdapat beberapa aktivitas unik dari Karang Taruna seperti kesenian Gejluk Lesung, boneka ninidok dan beberapa cerita sejarah yang membentuknya. Gejluk lesung adalah musik yang dimainkan dengan cara memukul lesung dengan alu. Lesung adalah alat tradisional untuk memisahkan padi dari kulitnya. Lesung dibuat dari kayu utuh dengan ukuran panjang yang bervariasi. Lazimnya, lesung berukuran antara dua hingga tiga meter. Adapun batang kayu yang sering digunakan sebagai bahan pembuatan lesung adalah kayu pohon asam, nangka dan kayu sawo. Sedangkan alu atau penumbuk terbuat dari batang kayu yang keras, ulet agar tidak mudah patah. Kayu yang sering digunakan untuk alu adalah, kayu pohon asam, sawo, lamtoro (petai cina), dan jati. Alu berbentuk tongkat sepanjang satu setengah hingga dua meter dan berdiameter kurang lebih 8-10 cm dengan cekungan sehingga mudah untuk dipegang. Alunan dari benturan alu dan lesung sangat harmoni ketika dipadu dengan lagu dolananyang dinyanyikan oleh para remaja. Hingga hari ini, Gejluk Lesungtetap dilestarikan oleh para remaja kampung sebagai sebuah cara untuk mempertautkan mereka dengan K.R.H. Kusuma Tanoyo sebagai tokoh dari masa lalu di kampung mereka yang mereka kenang dan hormati.
Gerakan untuk membangun relasi sosial baru dalam masyarakat berbasis komunitas mulai muncul akibat dari kebutuhan dari masyarakat itu sendiri.Salah satunya adalah dengan mengadakan suatu Event baik secara kolaboratif ataupun independen.Jika dilihat dari sifat pergerakannya, kampung Joyoraharjan lebih sering mengadakan eventdalam lingkup internal. Tujuan utama daripergerakan warga kampung Joyoraharjan memang bukan untuk mencapai eksistensi yang diakui dunia luar. Mereka menganggap hal tersebut hanyalah efek semata, yang terpenting bagi mereka adalah terbangunnya relasi sosial baru antar warga kampung melalui berbagai kegiatan seni, sebuah relasi sosial yang terjalin atas dasar cita-cita kolektif untuk membangun identitas kampong Joyoraharjan sebagai kampung yang peduli lingkungan, berseni dan tidak melupakan sejarah kampung bahkan berusaha terpaut dengan sejarah tersebut melalui pelestarian tradisinya.
KESIMPULAN
Cairnya kebudayaan kota berimplikasi pada dipertanyakannya kembali identitas kampung-kota yang menjadi penopangnya. Kampung kota dalam hal ini mengalami semacam tuntutan untuk mengartikulasikan ulang identitasnya. Geliat kesenian warga kampung Joyoraharjan yang terekspresikan dalam seni mural dan konservasi musik Gejluk Lesung adalah bagian dari upaya mengartikulasikan Identitas di tengah budaya kota tersebut. Secara partisipatif warga kampong yang dimotori oleh generasi muda menggunakan ruang fisik kampung sebagai “kanvas” bagi karya-karya kolektif mereka. Upaya pelestarian dan pembangkitan kembali ingatan kolektif atas tradisi tergambar pada karya-karya mural dan pada musik Gejluk Lesungyang hari ini telah beralih dari sakral menjadi profan. Dilihat dari ekspresi kesenirupaan maupun musik, terlihat bahwa warga kampung Joyoraharjan memilih untuk tetap terhubung dengan tradisi yang mereka warisi sebagai bagian dari narasi identitas kolektif yang terus berusaha diartikulasikan.
0 comments:
Post a Comment