1.1
Latar Belakang
Di
Indonesia terdapat empat pilar standar akuntansi. Pilar disini adalah standar
akuntansi yang berdiri sendiri, memiliki kerangka dasar konseptual spesifik dan
memiliki pernyataan standar akuntansi . Empat pilar standar akuntansi tersebut
,yaitu : Standar Akuntansi Keuangan Umum ( SAK Umum)2. Standar Akuntansi
Entitas Tanpa Akuntansi Publik (SAK ETAP)3. Standar Akuntansi Keuangan Syariah
(SAK Syariah)4. Standar Akuntansi Pemerintah (SAP).
Standar
Akuntansi Keuangan (SAK) memberikan kebebasan memilih metode akuntansi yang
digunakan dalam penyusunan laporan keuangan.Kebebasan dalam metode ini dapat
dimanfaatkan untuk menghasilkan laporan keuangan yang berbeda-beda di setiap
perusahaan.Karena aktivitas perusahaan yang dilingkupi dengan ketidakpastian
maka penerapan prinsip konservatisme menjadi salah satu pertimbangan perusahaan
dalam akuntansi dan laporan keuangannya.Konservatisme dapat didefinisikan
sebagai tendensi dari seorang akuntan yang memberikan persyaratan verifikasi
dengan tingkat yang lebih tinggi saat mengakui laba (good news in earnings)
dibandingkan saat mengakui rugi (bad news in earnings) (Basu, 1997 dalam
Wardhani, 2008).
Prinsip
konservatisme meupakan prinsip kehati-hatian terhadap suatu keadaan yang tidak
pasti untuk menghindari optimisme berlebihan dari manajemen dan pemilik
perusahaan. Konservatisme memiliki kaidah pokok, yaitu: (1) tidak boleh
mengantisipasi laba sebelum terjadi, tetapi harus mengakui kerugian yang sangat
mungkin terjadi. (2) apabila dihadapkan pada dua atau lebih pilihan metode
akuntansi, maka akuntan harus memilih metode yang paling tidak menguntungkan
bagi perusahaan.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa
yang dimaksud SAK ETAP sebagai salah satu pilar SAK ?
2. Bagaimana
perlakuan akuntansi yang diatur dalam SAK ETAP ?
3. Apa
apa saja jenis peristiwa setelah periode pelaporan ?
1.3
Tujuan
1.
Mahasiswa dapat memahami apa yang
dimaksudSAK ETAP sebagai salah satu pilar SAK
2.
Mahasiswa dapat memahami perlakuan
akuntansi yang diatur dalam SAK ETAP
3.
Mahasiswa dapat memahami apa saja jenis
peristiwa setelah periode pelaporan
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.Standar Akuntansi Keuangan-ETAP
2.1.1 SAK ETAP sebagai salah satu pilar SAK
Di Indonesia terdapat empat pilar
standar akuntansi .Pilar disini adalah standar akuntansi yang berdiri sendiri,
memiliki rangka dasar konseptual spesifik dan memiliki pernyataan standar
akuntansi. Empat pilar standar akuntansi tersebut yaitu :
1.
Standar Akuntansi Keuangan Umum (SAK
Umum)
2.
Standar Akuntansi Entitas tanpa
akuntanbilitas public (SAK ETAP )
3.
Standar Akuntansi Keuangan Syariah (SAK
Syariah)
4.
Standar Akuntansi Pemerintah ( SAP)
SAK ETAP dimaksudkan untuk dapat
digunakan oleh perusahaan yang tidak memiliki akuntanbilitas public yang
signifikan dan menerbitkanlaporan keuangan untuk tujuan umum bagi penggunaa
eksternal. Perusahaan dikatakan memiliki akuntabilitas public signifikan jika
telah mengajukan pendaftaran atau dalam proses pengajuan,pada otoritas pasar
modal atau regulator lainuntuk tujuan penerbitan saham dipasar modal. Selain
itu, perusahaan dikatakan memiliki akuntabilitas public signifikan jika
perusahaan tersebut menguasai asset dalam kapasitas fidusia untuk
masyarakat,missal bank, perusahaan asuransi, broker, reksadana, dan dana pensiun.
SAK ETAP lebih sederhana dibanding SAK Umum sehingga lebih mudah dalam
penerapannya.SAK ETAP ini tetap memberikan informasi yang andal dalam
menyajikan informasi keuangan entitas.
SAK ETAP bertujuan agar usaha kecil dan
menengah dapat menyusun laporan keuangannya sendiri.Dengan demikian, laporan
keuangan tersebut dapat diaudit dan memperoleh opini audit. Laporan keuangan
tersebut dapat digunakan untuk mempermudah akses ke sumber dana untuk
memperoleh pendanaan, misalnya untuk memperoleh pinjaman bank untuk
pengembangan usaha.SAK ETAP sudah berlaku efektif 1 januari 2011 dengan
ketentuan penerapan dini diperkenankan.
Apabila SAK Umum disusun dengan mengacu
ke standar internasional IFRS, lain halnya dengan SAK ETAP yang belum mengacu
pada standar internasional IFRS dan SMEs (Standar Akuntansi untuk ukuran usaha
kecil dan menengah).Pertimbangan pada saat itu adalah IFRS untuk SMEs masih
terlalu kompleks untuk dapat diterapkan di usaha kecil dan menengah di
Indonesia.
2.1.2 Karakteristik Kualitatif dan Prinsip Pervasif
Tujuan laporan keuangan yang tertuang
dalam konsep dan prinsip SAK ETAP yaitu menyediakan informasi posisi keuangan ,
kinerja keuangan,dan laporan arus kas suatu entitas bermanfaat bagi sejumlah
besar pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi . Karakteristik kualitatif
informasi dalam laporan keuangan yang tertuang dalam SAK ETAP adalah sebagai
berikut :
1. Dapat dipahami
Informasi
yang disajikan dalam laporan keuangan harus mudah untuk segera dapat dipahami
oleh pengguna.
2. Relevan
Informasi
harus relevan adalah jika dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pengguna dengan
cara membantu meraka mengevaluasi peristriwa masal lalu,masa kini, atau masa
depan.
3. Materialitas
Suatu
informasi dipandang material jika tidak dicantumkannya kesalahan material dalam
mencatat informasi tersebut dalam mencatat informasi tersebut dapat
mempengaruhi keputusan ekonomi pengguna yang diambil atas dasar laporan
keuangan.
4. Keandalan
Informasi
dikatakan andal jika bebas dari kesalahan material dan bias, dan penyajian
secara jujur apa seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat
disajikan.
5. Substansi Mungguli Bentuk
6. Pertimbangan Sehat
7. Kelengkapan
8. Dapat dibandingkan
9. Tepat Waktu
10. Keseimbangan
2.2
Perlakuan Akuntansi menurut SAK ETAP
Pengaruran dalam SAK ETAP akan diuraikan
berdasarkan unsure-unsur dalam laporan keuangan.
Penyajian laporan keuangan meliputi :
1. Neraca (Laporan Posisi Keuangan)
2. Laporan Laba Rugi
3. Laporan Perubahan Equitas
4. Laporan Arus Kas, dan
5. Catatan atas Laporan Keuangan yang
berisi ringkasan kebijakan akuntansi yang signifikan dan penjelasan lainnya.
·
Neraca
Neraca minimal mencakup pos-pos berikut
:
1.
Kas dan setara kas
2.
Piutang usaha dan piutang lainnya
3.
Persediaan
4.
Properti Investasi
5.
Aset Tetap
6.
Aset takberwujud
7.
Utang usaha dan utang lainnya
8.
Aset dan kewajiban pajak
9.
Kewajiban diestimasi(provisi)
10.
Ekuitas
·
Laporan Laba Rugi
Laporan Laba Rugi mencakup pos-pos
sebagai berikut :
1.
Pendapatan
2.
Beban Keuangan
3.
Bagian Laba dan rugi dari investasi yang
menggunakan metode-metode ekuitas
4.
Beban Pajak
5.
LAba atau Rugi bersih
·
Laporan Perubahan Ekuitas
Laporan perubahan ekuitas menyajikan
berikut ini :
1.
Laba atau rugi entitas untuk suatu
periode
2.
Pendapatan dan beban yang diakui
langsung dalam ekuitas.
3.
Untuk setiap komponen ekuitas, pengaruh
perubahan kebijakan akuntansi dan koreksi kesalahan.
4.
Untuk setiap komponen ekuitas , suatu
rekonsiliasi antara jumlah tercatat awal dan akhir periode diungkapkan secara
terpisah perubahan yang berasal dari :
a.
Laba atau rugi
b.
Pendapatan dan beban
c. jumlah
investasi , deviden, dan distribusi lainnya kepemilikan ekuitas
Ketika entitas menyusun “Laporan Laba
Rugi” untuk menggantikan “Laporan Perubahan Ekuitas”, maka entitas menyajikan
informasi yang disyaratkan dalam laporan laba rugi, kemudian ditambah dengan
informasi sebagai berikut :
1. Saldo laba pada awal periode
pelaporan
2. Deviden yang diumumkan dan dibayarkan
atau terutang selama periode
3. Penyajian kembali saldo laba setelah
koreksi kesalahan periode lalu
4. Penyajian kembali saldo laba setelah
perubahan kebiakan akuntansi.
5. Saldo laba pada akhir periode laporan
·
Laporan Arus Kas
Laporan Arus Kas menyajikan informasi
perubahan historis atas kas dan setara kas entitas.Kas terdiri dari kas di
khazanah di bank.Sedangkan yang dimaksud setara kas adalah investasi jangka
pendek dan sangat likuid yang dimiliki untuk memenuhi komitmen kas jangka
pendek, bukan untuk tujuan investasi atau lainnya, yang tidak mengalami resiko
perubahan nilai yang signifikan.
Informasi yang disajikan dalam Laporan
Arus Kas adalah sebagai berikut:
1. Aktivitas Operasi
Arus kas yang berasal dari aktivitas
penghasil utama entitas, umumnya berasal dari transaksi dan peristiwa atau
kondisi lain yang memengaruhi laba atau rugi.
2. Aktivitas Investasi
Menunjukan pengeluaran atau penerimaan
kas yang bertujuan untuk menghasilkan pendapatan dan arus kas masa depan.
3. Aktivitas Pendanaan
Transaksi kas yang disajikan dalam
aktivitas pendanaan misalnya penerimaan kas dari penerbitan saham.
·
Catatan atas Laporan Keuangan
Informasi yang dimuat dalam catatan atas
Laporan Keuangan harus mencakup berikut ini:
1.
Dasar penyusunan laporan keuangan dan
kebijakan akuntansi tertentu yang digunakan.
2.
Informasi yang disyaratkan dalam SAK
ETAP tetapi tidak disajikan dalam laporan keuangan.
3.
Informasi tambahan yang tidak disajikan
dalam laporan keuangan tetapi relevan untuk memahami laporan keuangan.
Biasanya urutan penyajian dalam Catatan
atas Laporan Keuangan adalah sebagai berikut:
1. Pernyataan bahwa laporan keuangan
disusun sesuai dengan SAK ETAP
2. Ringkasan kebijakan akuntansi yang
signifikan yang diterapkan
3. Informasi yang mendukung pos-pos
dalam laporan keuangan sesuai urutan penyaji setiap komponen laporan keuangan
dan urutan penyajian pos-pos tertentu
4. Pengungkapan lain.
2.3
Peristiwa Setelah Akhir Periode Pelaporan
Peristiwa setelah akhir
periode laporan adalah peristiwa peristiwa baik menguntungkan maupun tidak
menguntungkan,yang terjadi setelah akhir periode pelaporan sampai dengan
tanggal penyelesaian laporan keuangan. Tanggal penyelesaian laporan keuangan
yang dimaksud oleh PSAK 8(revisi 2010) peristiwa
setelah periode pelaporan adalah tanggal laporan keuangan diotorisasi untuk
terbit.tanggal tersebut dapat dimaksud sebagai tanggal manajemen menyatakan
bertanggung jawab atas laporan keuangan tersebut. Sebagai contoh : PT Arianti menyelesaikan
laporan keuangan yang berakhir 31desember 2015 pada tanggal 20 febuari 2016.
Pada tanggal 25 febuari 2016,direksi memeriksa laporan keuangan dan
mengotorisasi nya untuk terbit. PT Arianti mengumumkan laba dan informasi
keuangan lain pada 5 maret 2016. Laporan keuangan tersedia untuk pemegang saham
pada 31 maret 2016 dan menyetujui laporan keuangan tersebut dalam RUPS tanggal
7 april 2016. Dalam contoh tersebut,tanggal laporan keuangan diotorisasi untuk
terbit tanggal 25 febuari 2016 yaitu ketika laporan keuangan di otorisasi untuk
terbit oleh direksi.
2.4
Pengakuan dan Pengukuran
Terdapat 2 (dua) jenis peristiwa setelah akhir
periode pelaporan,yaitu sebagai berikut.
1.
Peristiwa yang memberikan bukti atas
suatu kondisi yang telah terjadi pada akhir periode pelaporan.
Peristiwa
ini merupakan peristiwa yang memerlukan penyesuaian terhadap jumlah yang di
akui dalam laporan keuangan atau mengakui pos yang sebelum nya belum diakui.
Dalam pembahasan ini selanjut nya di sebut sebagai “peristiwa penyesuaian”(adjuting event)
Contoh
peristiwa yang yang memerlukan penyesuaian adalah sebagai berikut :
a. penyelesaian kasus pengadilan yang terjadi
setelah akhir periode pelaporan yang memutuskan entitas memiliki kewajiban kini
pada akhir periode pelaporan. Atas peristiwa ini maka entitas menyesuaikan
provisi (mengakui liabilitas) yang terkait dengan kasus pengadilan
tersebut.Entitas tidak dapat sekedar mengungkapkan lialibilitas kontinjensi
karena penyelesaian kasus tersebut memberikan bukti tambahan untuk di
pertimbangkan.
2.
Peristiwa yang mengindikasikan timbul
nya suatu kondisi setelah akhir periode pelaporan.
Peristiwa
ini merupakan peristiwa yang tidak memerlukan penyesuaian. Dalam pembahasan ini
selanjut nya disebut sebagai “peristiwa
non penyesuai” (non adjusting event) contoh peristiwa yang tidak memerlukan
penyesuaian:
a. Penurunan
harga pasar investasi yang terjadi antara akhir periode pelaporan dan tanggal
penyelesaian laporan keuangan.penurunan harga pasar secara normal tidak
berhubungan dengan kondisi investasi pada akhir periode pelaporan,tetapi
menggambarkan keadaan yang timbul setelah nya.oleh karena itu tidak dilakukan
penyesuaian.
b. Pengumuman
deviden yang dilakukan setelah periode pelaporan. Deviden tersebut tidak diakui
sebagai lialibilitas pada akhir periode pelaporan karena tidak ada kewajiban
saat itu.deviden tersebut hanya diungkapkan pada catatan atas laporan keuangan.
Contoh peristiwa penyesuai :
Pada tahun 2015 , pt ikraben dituntut oleh
salah satu pesaing nya dengan tuntutan senilai
rp 10.000.000.000 untuk kasus pelanggaran merek dagang. Berdasarkan
pertimbangan hukum dari pengacara,pt ikraben mengakru provisi (mengakui
liabilktas) pada laporan posisi keuangan pada 31 desember 2015 sebesar rp 5.000.000.000
pada 15 febuari 2016 utusan pengadilan keluar dan menetapkan pt ikraben
bersalah dan harus membayar ganti rugi sebesar rp 7.000.000.000 laporan
keuangan telah selesai di susun tanggal 31 januari 2016 dan di otorisasi oleh
direkasi tanggal 20 febuari 2016.dalam kasus ini keputusan pengadilan tanggal
15 febuari 2016 adalah peristiwa kemudian yang merupakan peristiwa penyesuai
dan pt ikraben harus mengakui atau mecatat tambahan nilai provisi sebesar rp
2.000.000.000.penyesuaian ini di perlukan untuk menyesuaikan nilai provisi
menjadi 7.000.000.000 sesuai dengan nilai yang harus dibayar berdasarkan
putusan pengadilan tersebut.jika putusan pengadilan tersebut keluar pada
tanggal 25 febuari 2016 dan setelah nya (setelah laporan keuangan di
otorisasi),maka penyesuaian tersebut tidak diperlukan.
Contoh
peristiwa non penyesuai :
Laporan
keuangan per 31 desember 2014 pt dafs di otorisasi tanggal 20 febuari 2015 pada
15 febuari 2015,pt dafs mengakuisisi pt lemon.peristiwa ini merupakan peristiwa
kombinasi bisnis yang terjadi setelah akhir periode yang tidak terkait dengan
posissi keuangan pada 31 desember 2014sehingga tidak memerlukan penyesuaian.
Peristiwa ini merupakan peristiwa non penyesuai yang harus di ungkapkan pada
catatan atas laporan keuangan.
3.
pengungkapan
Pengungkapan yang terkait dengan peristiwa
setelah periode pelaporan adalah sebagai berikut:
1.
tanggal laporan keuangan diotorisasi untuk terbit dan pihak yang bertanggung
jawab mengotorisasi laporan keuangan. Pengungkapan ini penting di ketahui
pembaca laporan keuangn karena arti nya laporan keuangan tidak mencerminkan
peristiwa setelah tanggal otorisasi tersebut.
2.
untuk informasi yang di terima setelah periode pelaporan tenang kondisi yang
ada pada akhir periode maka,entittas memuktahirkan pengungkapan terkait dalam
catatan atas laporan keungan atas informasi terkini.
3.
untuk peristiwa non penyesuai entitas mengungkapan informasi mengenai sifat
peristiwa estimasi atas dampak keuangan yang di timbulkan atau pernyataan bahwa
estimasi tersebut tidak dapat di buat.
2.5 pengukuran nilai wajar
a. definisi
nilai wajar adalah harga yang akan di terima
untuk menjual suatu asset atau harga yang akan dibayar untuk mengalihkan suatu
liabilitas dalam transaksi teratur antara pelaku pasar pada tanggal pengukuran.
b.
hierarki nilai wajar
hierarki
tersebut mengategorikan input yang di gunakan dalam teknik penilaian menjadi 3
level. Input adalah asumsi yang di gunakan pelaku pasar ketika menentukan harga
asset atau liabilitas.
1. input level 1
Input level 1 adalah harga
kuotasian (tanpa penyesuaian) di pasar aktif untuk assets atau liabilitas yang
identik dapat di akses oleh entitas pada tanggal pengukuran.harga kuotasi di
pasar akan memberikan bukti yang paling andal terkait nilai wajar dan di
gunakan tanpa penyesuaian. Yang dimaksud pasar aktif adalah pasar dimana
transaksi atas assets atau liabilitas terjadi dengan frekuensi dan volume yang
memadai untuk menyediakan informasi penentuan harga secara berkelanjutan.
Missal nya harga saham perusahaan lq 45 di bursa efek Indonesia.
2. input level 2
Input lelvel 2 adalah input selain harga
kuotasian yang termasuk dalam level 1 yang dapat di observasi untuk assets dan liabilitas baik secara langsung
maupun tidak langsung. Input level 2 mencangkup
1.
Harga
kuotasian untuk assets dan liabilitas yang serupa di pasar aktif.
2.
Harga
kuotasian untuk assets dan liabilitas yang indentik atau yang serupa di pasar
yang tidak aktif
3.
Input
selain harga dari kuotasian yang dapat di observasi untuk assets atau
liabilitas,misal nya suku bunga dan kurva imbal hasil yang di dapat di
observasi atau credits spread.
3.
Input
level 3
Adalah input yang tidak dapat di observasi untuk assets
atau liabilitas.input yang tidak dapat diobservasi digunakan untuk mengukur
nilai wajar,sejauh input yang dapat di observasi yang relavan tidak
tersedia.penggunaan input yang tidak dapat di observasi ini memungkinkan adanya
situasi terdapat sedikit,jika ada,aktivitas pasar untuk assets atau liabilitas
pada tanggal pengukuran. Entitas menentukan input yang tidak dapat di observasi
menggunakan informasi terbaik yang tersedia dalam suatu kondisi,mungkin saja
termasuk data yang dimiliki entitas sendiri yang memperhitungkan seluruh
informasi dan asumsi mengenai pelaku pasar yang tersedia.
Level |
karakteristik |
Contoh |
Level 1 |
-dapat diobservasi -harga kuotasi dipasar aktif (tanpa penyesuaian) |
-harga saham LQ 45 di BEI -harga kontrak berjangka, komoditas pertanian di bursa
berjangka |
Level 2 |
-harga
kuotasi di pasar aktif untuk item yang serupa -harga
kuotasi untuk item yang identik atau serupa,tidak ada pasar aktif |
-harga penawaran yang di berika dealer untuk securitas yang tidak equit
dan dealer siap dan mampu untuk bertransaksi. |
Level 3 |
-input yang tidak dapat diobservasi -tetap di perlukan presfektip pasar |
- dara yang dihasilkan sendiri oleh perusahaan -nilai yang dihasilkan dari model yang di buat dengan
asumsi manajemen,yang tidak dapat di kaitkan dengan data pasar yang tersedia
dan teramati. |
Pengukuran
dalam mengukur nilai wajar, PSAK 68 memberikan panduan
sebagai berikut :
1.
Entitas
memperhitungkan aset atau liabilitas yang digunakan oleh pelaku pasar dalam
menentukan harga aset atau liabilitas pada tanggal pengukuran. Misalnya,
kondisi atau lokasi aset.
2.
Aset
atau liabilitas dipertukarkan dalam transaksi yang teratur antara pelaku pasar
pada tanggal pengukuran.
3.
Transaksi
untuk menjual aset atau mengalihkan liabilitas terjadi di pasar utama atau
pasar yang paling menguntungkan (jika tidak tersedia pasar utama)
4.
Untuk
aset non keungan menggunakan premis yang sesuai dalam pengukuran yaitu pada
penggunaan tertinggi dan terbaik.
5.
Menggunakan
tehnik penilaian yang sesuai, mempertimbangkan ketersedian data untuk
menentukan nilai input pengukuran yang mempersentsikan asumsi yang di gunakan
oleh pelaku pasar dalam menentukan harga aset atau liabilitas dan level dalam
hierarki nilai wajar dimana input tersebut di kategorikan.
Contoh yang diberikan oleh PSAK 68 sebagai panduan dalam
pengukuran nilai wajar.
Pasar utama (atau pasar saling menguntungkan) level 1
Misalnya suatu aset dijual pada 2 pasar aktif yang
berbeda pada harga yang berbeda. Entitas melakukan transaksi di kedua pasar
tersebut dan dapat mengakses harga aset di pasar tersebut pada tanggal
pengukuran.
Pasar A
Harga yang akan diterima adalah Rp. 26 biaya transaksi di
pasar tersebut adalah Rp. 3 dan biaya transport ke pasar tersebut adalah Rp. 2.
Nilai bersih yang akan diterima adalah Rp. 21
Pasar B
Harga yang akan diterima adalah Rp. 25 biaya transaksi
dipasar tersebut adalah Rp. 1 dan biaya transport ke pasar tersebut adalah Rp.
2 nilai bersih yang akan diterima di pasar B adalah Rp. 22
Jika
pasar A adalah pasar utama unuk aset tersebut (yaitu pasar dengan volume dan
atingkat aktfitas paling tinggi untuk aset tersebut), nilai wajar aset akan
diukur menggunakan harga yang akan diterima di pasar tersebut, setelah
memperhitungkan biaya transport yaitu Rp. 24
Jika di
antara kedua pasar tersebut tidak ada yang merupakan pasar utama untuk aset
tersebut, nilai wajar aset akan diukur menggunakan harga dipasar yang paling
menguntungkan. Pasar yang paling menguntungkan adalah pasar yang memaksimalkan
nilai yang akan diterima untuk menjual aset tersebut, setelah memperhitungkan
biaya transaksi dan biaya transport (yaitu nilai bersih yang akan diterima
masing masing pasar) karna entitas akan memaksimalkan nilai bersih yang akan
diterima untuk aset, maka nilai wajar akan diambil dari pasar B (Rp. 22 dipasar
B lebih tinggi dibanding Rp. 21 dipasar A) nilai wajar aset akan digunakan
harga dipasar tersebut dikurangi biaya transport (Rp. 25 – Rp. 2) menghasilkan
pengukuran nilai wajar sebesar Rp. 23.
Teknik
penilaian yang digunakan untuk mengukur nilai wajar
1.
Pendekatan
pasar (market approach)
Menggunakan
harga dan informasi lain yang relevan yang dihasilkan dari transaksi pasar yang
melibatkan aset atau liabilitas yang identik atau sebanding. Misalnya untuk
menentukan nilai wajar sebuah mesin,maka menggunakan harga jual mesin serupa
yang di jual di pasar saat ini,setelah di sesuaikan dengan perbedaan antar
kedua set tersebut. Denganmenggunakan market appoach maka nilai wajar
mencerminkan hraga yang akan di terima untuk mesin dalam kondisinya (bekas
pakai) dan lokasi nya (terpasang) saat ini.
2.
Pendekatan
biaya (cost approach)
Mencerminkan
jumlah yang akan di butuhkan saat ini untuk menggantikan kapasitas manfaat aset
(sering disebut sebagai biaya pengganti saat ini). misal nya untuk menentukan
nilai wajar mesin dengan pendekatan biaya,maka di lakukan estimasi jumlah yang
di butuhkan untuk membuat mesin pengganti dengan utilitas yang sebanding.
3.
Pendekatan
penghasilan ( income approach)
Menonfersikan
jumlah masa depan ( contohnya jumlah arus kas atau pengasilan dan beban) ke
suatu jumlah tunggal kini (yang didikontokan). Teknik ini mendasarkan nilai
harapan pasar saat ini mengenai jumlah msas depan tersebut. Dalam contoh nilai
wajar mesin misal nya,mesin itu di gunakan oleh entitas untuk memperoleh
pendapatan sewa,maka dengan menggunakan pendekatan penghasilan maka entitas
menentukan ekspektasi arus kas masa depan yang di peroleh dari pendapatan sewa
mesin diambah dengan arus kas realisasi nilai sisa mesin di akhir masa manfaat
asssets dan dikurangin dengan arus kas keluar (beban) selama penggunaan mesin.
Arus kas masuk dan keluar tersebut didiskontokan dan dihitung sebagai nilai
tunggal (nilai bersih)
Pengungkapan
Pengungkapan
dibedakan apakah pengukuran nilai wajar di lakukan untuk pengukuran berulang
yang di lakukan setiap akhir periode laporan keuangan atau pengukuran tidak
berulang yang di idyarat kan oleh PSAK lain untuk di ukur pada kondisi
terntentu.
Berikut
ini adalah beberapa pengungkapan yang harus di ungkapkan pada catatan atas
laporan keuangan
1.
Untuk
pengukuran yang berulang dan tidak berulang, pengukuran nilai wajar pada ahir
periode pelaporan 2.
2.
Untuk
pengukuran yang tidak berulang, di ungkapkan alsan untuk pengukuran.
3.
Level
hierarki nilai wajar dimana pengukuran nilai wajar di kategorikan secara
keseluruhan (misal nya level 1,2,atau3)
4.
Untuk
pengukuran yang berulang, jumlah perpindahan apapun antara level 1 dan 2 alasan
perpindahan tersebut dan kebijakan entitas kapan perpindahan tersebut
dilakukan.
5.
Untuk
pengukuran yang di kategorikan pada level 2 dan 3, mengungkap kan descripsi
mengenai teknik penilaian dan input yang di gunakan.
6.
Untuk
pengukuran berulang yang di kateorikan level 3, mengunhkapkan rekonsiliasi dari
saldo awal ke saldo akhir, jumlah total keuntungan atau kerugian selama
periode.
7.
Untuk
pengukuran yang menggunakan level 3, mengungkapkan descripsi proses penilaian
yang digunakan entitas, sebagai contoh bagaimana entitas menentukan kebijakan
dan prosedur penilaian nya dan menganalisis perubahan dalam pengukuran nilai
wajar dari periode ke periode.
Okee terimakasih
ReplyDelete