Jurnal yang berjudul‘’Rekonseptualisasi dokumenter: gagasan tentang kebenaran filmis dalam perspektif film kognitif (2017)’’. Rekonseptualisasi dokumenter memiliki urgensi dalam kajian dokumenter untuk memberikan sudut pandang lain bagi klaim kebenaran filmis. Rekonseptualisasi ini berangkat dari perspektif film kognitif dengan melibatkan kegiatan menonton, di mana proses pemahaman dan pengalaman penonton menjadi dasar bagi rekonseptualisasi ini. Dokumenter sebagai topik dalam penelitian ini, telah mengumpulkan perhatian yang signifi kan dari berbagai perspektif dalam beberapa tahun terakhir. Tumbuh dan berkembangnya perhatian terhadap praktik film dokumenter, sering ditandai oleh munculnya isu, khususnya tentang kebenaran (truth), yang dihembuskan sejak era Flaherty, Grierson, direct cinema/cinema verite/ free cinema sampai saat ini. Kebenaran dalam dokumenter tidak hanya dilihat dari sisi kebenaran filmis, tetapi juga dilihat dari sisi yang memungkinkan argumentasi lain terhadap aspek fi lmis yang mendasari kebenaran. Argumentasi tersebut merupakan peluang bagi peneliti untuk menawarkan proses tentang cara melihat kebenaran dokumenter dari sudut pandang kognitif.
Pembahasan
Penyelidikan terhadap penelitian terdahulu
Konseptualisasi pertama dibangun dengan mempertimbangkan penelitian terdahulu, dan pada tahap ini peneliti melakukan penyelidikan terhadap hasil penelitian berupa definisi maupun teorisasi terhadap dokumenter. Proses ini dimulai dengan memahami pengertian yang menyebut dokumenter selalu didefinisikan secara relasional dan komparatif. Defi nisi relasional memiliki maksud bahwa dokumenter merupakan objek yang tidak dapat berdiri secara tunggal tanpa berhubungan dengan hal-hal yang berada di sekitarnya, baik itu subjek, penonton, pembuat fi lm, dan kejadian yang memuat materi tertentu (Nichols, 1989; Rosen, 1993; Bernard, 2007; Aufderheide, 2007).3 Lebih lanjut, dokumenter juga didefi nisikan secara komparatif. Ini memiliki arti bahwa dokumenter selama ini cenderung diartikan berbeda karakter dan berseberangan dengan fi lm fi ksi (Nichols, 2001: 20; Aquilar, 2013). Bentuk yang mengalami persinggungan dengan model film fiksi, aktualitas sebagai karakteristik, dan representasi budaya menjadi aspek sentral dalam definisi dan teorisasi dokumenter. Aspek sentral ini yang selanjutnya membawa kepada perdebatan atas persoalan kebenaran. Namun rumusan Nichols, Aufderheide, dan Winston notabene berupa konsep yang masih belum peneliti periksa keterkaitannya dengan cikal-bakal lahirnya problem kebenaran. Seperti halnya ketika Nichols membagi empat sudut pandang yang digunakan sebagai pendekatan dalam mendefinisikan dokumenter, belum satupun yang secara eksplisit menunjukkan ruang berpikir tentang relasi keempatnya dalam konteks perkara kebenaran.
Pemetaan problem dari penelitian terdahulu
Konseptualisasi kedua merujuk pada persoalan yang muncul dari penelitian terdahulu. Hal-hal yang telah diungkap dan dijabarkan dalam penyelidikan di atas memunculkan penafsiran peneliti atas isu-isu yang muncul karena adanya definisi yang menyebutkan bahwa dokumenter merupakan fi lm yang dianggap sebagai gambaran atas kebenaran (Nichols, 1989; Aufderheide, 2007). Isu-isu tersebut notabene menyoroti nasib kebenaran dalam dokumenter yang saat ini cenderung sudah distrukturkan seperti fi lm fi ksi demi mendapat kesan dramatik. Problem kebenaran dalam konteks etika tidak hanya terhenti pada persoalan pelanggaran etika, tetapi juga melaju pada persoalan paksaan. Istilah “paksaan”, yang lahir melalui sebuah studi kasus yang dilakukan oleh Sobchack, dimunculkan sebagai analogi dalam praktik direct cinema yang ditengarai melakukan eksploitasi terhadap objek film.
Tawaran sudut pandang
Konseptualisasi ketiga merupakan tawaran sudut pandang sebagai alternatif bagi penyelesaian problem terdahulu. Disposisi merupakan istilah dalam sudut pandang kognitif yang peneliti anggap tepat untuk melihat relasi antara dokumenter dan kebenaran melalui proses menonton yang melibatkan struktur mental untuk menyadari keberadaan petunjuk filmis. Beberapa konsep tentang bagaimana kognitif berperan dalam mengungkap kegiatan penonton saat membaca petunjuk-petunjuk filmis, salah satunya muncul dari Bondebjerg. Struktur naratif menjadi kunci dalam analisis Bondebjerg, meskipun dalam hal ini kejelasan kaitan struktur naratif dengan cara berpikir penonton masih harus mempertanyakan kaitan dan linearitasnya. Jika dipahami lebih dalam, Bondebjerg mengungkapkan bahwa pendekatan kognitif dalam dokumenter dapat meningkatkan pemahaman tentang pengaruh pada tingkat kognitif dan emosional, serta berkontribusi pada pembentukan fi ksi sosial dan budaya. Sudut pandang kognitif, menurut Bondebjerg, memiliki kontribusi dalam mengungkap peran naratif, emosi, dan memori terhadap pola berpikir penonton.6 Artinya Bondebjerg menggunakan teori kognitif untuk mengungkap proses berpikir penonton tentang apa yang terjadi kemarin, saat ini, dan yang akan datang saat menonton, melalui pemahaman narasi yang disajikan dalam film.
Kesimpulan
Rekonseptualisasi terhadap dokumenter ini memeroleh simpulan awal yang di dasari oleh pemikiran sebagai berikut: (1) menonton dokumenter merupakan proses individu yang melibatkan pemahaman penonton dalam masing-masing persepsi. Artinya, ketika seseorang menonton, maka apa saja yang dia tangkap/lihat pada layar selama kegiatan menonton berlangsung, tidak memerlukan pertimbangan sosial tentang rasa suka dan tidak suka, bagus dan jelek, dan pertimbangan lain yang seketika muncul dalam individu seseorang; (2) Dokumenter memiliki banyak unsur persamaan dengan dunia nyata, di mana unsur itu menjadi relevan jika seseorang mempersepsikannya sebagai bagian yang dialami secara individu dan bukan kolektif. Artinya, ketika setiap dokumenter memberikan pengalaman yang bermacam-macam bagi penontonnya, maka si penonton dapat menyusun makna secara individu dari apa yang mereka tonton; dan (3) Dokumenter yang lekat dengan klaim kebenaran, memerlukan pertimbangan kognitif untuk melihat sejauh mana proses menonton terlibat dalam penyelidikan terhadap klaim tersebut. Artinya, klaim kebenaran harus ditinjau ulang dengan melihat sejauh mana penonton yang secara individu memercayai kejadian dalam dokumenter.
0 comments:
Post a Comment