Sunday, 9 January 2022

Anak Berkebutuhan Khusus - Tunarungu

 Anak Berkebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak-anak yang memiliki gangguan atau anak-anak yang tergolong mempunyai bakat tersendiri dibandingkan dengan anak normal (Marani,2017: 112). Direktorat Pendidikan Luar Biasa (2004: 5) menyatakan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan  mengalami kekurangan dalam proses pertumbuhan atau perkembangan di bandingkan anak yang normal, sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

 

Menurut EfendidalamAbdullah(2013: 1) berkebutuhan khusus secara eksplisit ditujukan kepada anak yang dianggap mempunyai kekurangan atau penyimpangan dari kondisi rata-rata anak normal umumnya, dalam hal fisik, mental maupun karakteristik perilaku sosialnya, sehingga mereka memerlukan pelayanan yang khusus, Ada beberapa jenis anak berkebutuhan khusus diantaranya yaitu tunanetra, tunagrahita, tunarungu dan autis.

 

Berdasarkan penjelasan di atas anak berkebutuhan khusus yakni anak yang mengalami keterbatasan atau keluarbiasaan baik secara fisisk mental sosial maupun emosional dalam proses pertumbuan dan perkembangan di bandingkan anak-anak yang tidak berkebutuhan khusus. Sehingga dalam pendidikan anak berkebutuhan khusus sangat memerlukan pelayanan yang berbeda dari anak-anak yang tidak berkebutuhan khusus.

2.2.1        Tunarungu

Istilah tunarungu diambil dari kata “tuna” dan “rungu”, tuna artinya kurang dan rungu artinya pendengaran. Orang dikatakan tunarungu apabila tidak mampu mendengar atau kurang mampumendengar suara. Tidak terdapat banyak perbedaan antara anak tunarungu dan anak yang bisa dengar tetapi pada saat berkomunikasi barulah dapat melihat perbedaan antara anak tunarungu dan bukan tunarungu(Setyawan,2018: 2935)

            (Bambang, 2015: 12) menyatakan bahwa dilihat dari tingkat kerusakannya anak tunarungu dapat dibedakan menjadi lima kelompok, yaitu tunarungu sangat ringan (27-40 dB), tunarungu ringan (41-55 dB), tunarungu sedang (56-70 dB), tunarungu berat (71-90 dB), dan tuli (diatas 91 dB). Adapun dari tempat terjadinya tunarungu dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, kerusakan pada bagian telinga luar dan tengah sehingga menghambat suara yang masuk (tuli konduktif). Kedua,kerusakan pada telinga bagian dalam sehingga mengganggu hubungan ke saraf otak (tuli sensoris).

Secara umum karakteristik anak tunarungu khususnya pada kemampuan bahasa merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian ini, tercakup semua cara untuk berkomunikasi, di mana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk lambang atau simbol untuk mengungkapkan sesuatu pengertian seperti dengan menggunakan lisan, tulisan, isyarat, bilangan, lukisan dan mimik muka. Bahasa sangat erat kaitannya dengan perkembangan berfikir individu. (Riadin, Misyanto, dan Usop, 2017: 25).

Menurut (Kulsum, 2013: 61) terdapat faktor-faktor terjadinya tunarungu pada anak yakni:

1.      Faktor sebelum anak dilahirkan (prenatal), meliputi keturunan, cacar air, campak, toxaemia (keracunan darah), penggunaan pil kina atau obat-obatan dalam jumlah besar, kekurangan oksigen, serta kelainan organ pendengaran sejak lahir.

2.       Faktor-faktor saat anak dilahirkan (natal), yaitu rhesus (Rh) ibu dan anak yang sejenis, kelahiran secara prematur, kelahiran menggunakan forcep (alat bantu tang), serta proses bersalin yang terlalu lama.

3.    Faktor-faktor sesudah anak dilahirkan (postnatal), diantaranyainfeksi, meningitis (radang selaput otak), tunarungu perspektif yangbersifat keturunan, serta otitis media yang kronis.

Ciri-ciri anak tunarungu juga dapat dikenali melalui beberapa tanda berikut:

1.    Kemampuan verbal (verbal IQ) anak tunarungu lebih rendah dibandingkan dengan anak normal pada umumnya.

2.    KinerjaIQ anak tunarungu sama dengan anak mendengar.

3.   Daya ingat jangka pendek anak tunarungu lebih rendah dibanding anak mendengar, terutama pada informasi yang berurutan.

4.   Pada informasi serempak, anak tunarungu dengan anak pendengaran normal tidak terdapat perbedaan yang berarti.

5.   Hampir tidak ada perbedaan dalam hal daya ingat jangka panjang,

sekalipun prestasi akhir anak tunarungu biasanya akan tetap lebihrendah.

Berdasarkan pendapat di atas bahwa siswa tunarungu adalah anak yang mengalami kelainan pada indra pendengaran serta terdapat faktor-faktor yang biasa mempengaruhi anak tersebut mengalami kelainan pada indra pendengaran,sehingga dalam menjalankan peroses pembelajaran siswa tunarungu melalui symbol-simbol atau bahasa isyarat.

Related Posts:

0 comments:

Post a Comment